Laman

Jumat, 20 Februari 2015

Bertandang ke Negeri Jiran: Kuala Lumpur, Singapura (1)

Setelah sekian lama cuma mengendap dalam rencana-rencana, akhirnya saya berhasil mewujudkan impian saya untuk jalan-jalan ke luar negeri, bersama teman saya, Vince, yang berhasil saya 'racuni.' Sebagai pemula, kami memilih negara terdekat: Malaysia dan Singapura, karena selain dekat juga memiliki kultur yang tak terlalu berbeda.

Rute kami adalah Kuala Lumpur dulu, baru ke Singapura. Dan karena berangkat dari kota yang berbeda (saya, Jambi dan Vince, Medan), kami janjian untuk bertemu di Kuala Lumpur.

Sedikit kesulitan bagi saya yang tinggal di kota kecil tak populer seperti Jambi adalah tak adanya layanan penerbangan langsung. Sehingga menjadi agak sulit untuk benar-benar mengetatkan budget, karena harus nyambung-nyambung. Dari beberapa kota  besar terdekat yang ada rute penerbangan ke KL-nya:  Palembang, Pekan Baru, Padang... setelah menimbang-nimbang, pilihan  jatuh ke Pekan Baru. Harga tiketnya sih hampir sama, 500 ribuan, tapi pilihan saya lebih karena jadwal penerbangannya yang rasional bagi saya, sekitar pukul 10 pagi.

Untuk perjalanan selanjutnya (ke Singapura dan pulang ke Indonesia), rencananya mau pakai jalan darat.  Berpikir akan bisa lebih murah dan seru, tapi berhubung teman saya passportnya baru, pihak airasia mengharuskan dia punya tiket meninggalkan Malaysia. Jadi deh ke Singapuranya naik pesawat juga. Nggak apa-apa juga sih karena harganya juga nggak terlalu mahal (500 ribuan) dan juga jadi memperpendek perjalanan.

Jambi-Pekan Baru: Perjalanan yang Menyiksa
Demi alasan ekonomis, saya naik travel ke Pekan Baru. Tapi rencana superhemat lagi-lagi tak bisa sepenuhnya dilakukan karena tarif angkutan darat pun mengalami kenaikan terkait dengan musim libur Lebaran. Harga tiket travel PKU-Jambi yang tadinya Cuma Rp. 180.000,- melonjak menjadi Rp.225.000.

Saya naik travel TOP ke Pekan Baru. Berangkat pukul 8 malam.  Perjalanan ini akan memakan waktu sekitar 8-10 jam. Dan ini adalah perjalanan yang cukup menyiksa bagi saya karena sialnya saya dapat mobil yang AC-nya rusak, ditambah cuaca sedang panas, jadilah saya mandi keringat selama di perjalanan. Belum lagi jalanan Jambi-Pekan Baru sekitar 80 % rusak parah, berlobang di sana-sini, membuat saya terbanting-banting selama perjalanan dan tak bisa istirahat dengan nyaman. 

Untunglah, meski penuh penderitaan, perjalanan cukup lancar. Sekitar pukul 04.00 pagi sudah sampai Pekan Baru. Karena masih terlalu pagi, saya minta diturunkan di loket saja. Dari obrolan dengan sopir, dia mengatakan bahwa loket melayani jasa antar ke bandara. Sampai di loket, saya membersihkan diri alakadarnya sambil beristirahat.

Sekitar pukul 6, saya di antar ke bandara. Sebenarnya saya sudah beberapa kali ke Pekan Baru tapi tidak terlalu familier juga dengan kota ini, jadi ketika mereka meminta tarif Rp. 50.000 dari loket ke bandara, saya setuju saja. Ternyata: ke bandara nggak sampai 15 menit! Kesana juga bisa naik bus trans pekanbaru (buswaynya Pekan Baru). Saya sempat mengeluh ke abang sopir yang mengantar saya karena saya merasa ditipu, tapi mungkin salah saya juga yang mudah ditipu.

Pekan Baru - Kuala Lumpur
Karena masih terlalu pagi dan check in belum dibuka, saya menunggu di luar sambil membaca-baca buku. Pelajaran penting ketika travelling: bawa buku (saran saya bacaan ringan) untuk membunuh waktu ketika menunggu!

Ini pertamakalinya saya menginjakkan kaki di bandara Pekan Baru, Bandara Sultan Syarim Kasim 2. Meskipun labelnya adalah bandara internasional, tapi tak terlalu besar. Penerbangan internasionalnya setahu saja juga hanya ke Kuala Lumpur dan Singapura. Ruang tunggunya juga sempit dan riuh. Mirip ruang tunggu di terminal hanya lebih bersih.

Saya agak ketar-ketir juga karena terdengar kabar beberapa penundaan penerbangan terkait dengan kabut asap. Untunglah, ternyata kekhawatiran saya tak terjadi. Tepat pada waktunya, saya bersama penumpang lain, bersiap untuk boarding. 

Perjalanan PKU-KUL hanya memakan waktu sekitar 50 menit.
Saya turun dari pesawat, lalu mengikuti langkah bergegas para penumpang lain menuju Terminal Kedatangan dalam cuaca tengah hari yang panas. Terminal Kedatangan lumayan jauh. Tempat pertama yang harus dilewati, tentu saja imigrasi. Ruang imigrasi yang cukup luas terasa lengang, ditambah lagi nuansa gelap ruangan itu yang memberi kesan dingin. Saya mengisi form imigrasi lalu ikut mengantri. Petugas imigrasi yang melayani saya seorang perempuan Melayu berjilbab dengan lipstik merah menyala. Wajahnya terkesan tak terlalu ramah. Tapi ketika ia mulai bertanya dan nada suaranya tak galak, saya merasa lega.
    ‘Kerja?’ tanya dia dengan logat Melayu yang kental.
    ‘Holiday.’ Sahut saya. Dan dia mengajukan pertanyaan standar: dengan siapa, untuk berapa hari di Malaysia...scan jari tangan...selesai.

Usai dari imigrasi, saya bertemu Vince yang sudah tiba duluan karena penerbangannya dari Medan memang lebih awal. Hal pertama yang kami lakukan adalah membeli kartu telepon, karena ternyata roaming bikin bangkrut (sekali sms Rp.4700!). Kami memutuskan untuk beli kartu telepon lokal seharga RM 50. Hal yang kemudian agak kami sesali karena itu ternyata jumlah yang terlalu besar untuk tinggal selama 2 hari. saja.

Menuju KL Sentral
Kami jalan keluar bandara. Rencananya kami mau naik bus ke KL Sentral. Karena masih blank, saya tanya ke bagian informasi dan dia menyarankan saya untuk beli tiket bus di kounter yang ada. Saya pun membeli tiket bus LCCT-KL Sentral seharga @ RM 8 (sekitar Rp.24.000).

Kami berjalan keluar, suasana terasa riuh dan panas. Benar-benar tak ada bedanya dengan di Indonesia. Kami berjalan beberapa meter menuju tempat pemberhentian bus. Eh, ternyata di sana ada beberapa orang yang jual tiket bus juga. Tadinya saya pikir di sini segala sesuatunya lebih terpusat, eh, ternyata  (lagi-lagi) nggak jauh beda kayak di Indonesia. Layanan dan busnya nyaris sama saja dengan Damri-nya Bandara Seotta.

Kami naik ke dalam bus dan merasa benar-benar seperti di negeri sendiri karena mendengar suara obrolan dari penumpang di belakang kami dalam Bahasa Jawa ngapak. Tidak hanya itu karena kemudian di sepanjang jalan, kami disuguhi pemandangan yang sangat sehari-hari di Sumatera: tanah tandus yang pucat atau agak kemerahan, barisan pohon sawit...

KL Sentral & Nasi Campur
Sekitar satu jam, kami sampai di KL Sentral. Tadinya saya pikir KL Sentral ini semacam terminal terpadu atau apa, ya memang bisa disebut begitu sih, karena di sini pusatnya transportasi darat di Kuala Lumpur, mulai dari KTM (Kereta Komuter) hingga kereta api ekspress. Tapi jangan bayangkan suasananya lantas kayak terminal atau stasiun, karena begitu masuk yang didapati adalah suasana pusat perbelanjaan. Kanan kiri dipenuhi stand-stand yang menjual baju, sepatu, makanan, money changer,  swalayan dan loket penjualan tiket transportasi tentunya.
Peron di KL Sentral yang bersih

Karena lapar tak tertahankan, kami muter-muter nyari tempat mengisi perut. Ada beberapa restoran cepat saji kayak McD dan KFC, tapi kami berusaha cari tempat makan yang lebih variatif. Akhrinya kami mencari foodcourt di lantai atas yang menjual menu-menu yang terasa pas di selera: nasi lemak, nasi campur, bakso...

Kami menghampiri stand- makanan ibu-ibu Melayu yang menjual nasi campur. Ia menggelar makananannya dengan lauk bervariasi dan sangat familiar: sayuran tumis, ikan dicabein, ikan gulai, ikan goreng, ayam goreng...Karena kami nggak tahu standar makan di sini, kami tanya berapa harganya: ‘Nggak sampai 10 ringgit,’ sahut si Ibu (saya curiga, jangan-jangan Ibu ini Orang Indonesia, deh :) ). Otak saya langsung mengkalkulasi. RM 10 sama dengan Rp.30.000.

Saya makan dengan ikan sambal plus tumis pare. Rasanya lumayan, serasa makan di warung depan rumah. Mungkin saya bodoh karena jauh-jauh ke Malaysia makannya tetap nasi campur juga. Masalahnya lidah saya ini sulit menyesuaikan dengan makanan yang aneh-aneh sehingga sulit diajak wisata kuliner. Ditambah lagi saya nggak mau ambil resiko perut lapar (maag kambuh) karena nggak cocok makanan.

Usai makan, perut sudah tenang, kami turun untuk melanjutkan perjalanan. Tujuan pertama kami: Batu Caves!

(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar