Laman

Rabu, 21 Januari 2015

Jakarta: Kota Tua, Monas, Taman Suropati

Tugu Monas

Saya kembali mendapat kesempatan menyinggahi Jakarta. Jika biasanya agak terburu-buru karena berbagai keperluan, kali ini saya memiliki waktu yang cukup longgar sehingga bisa menyempatkan diri untuk 'menikmati' sejenak keriuhan ibu kota. Karena saya kurang bisa menikmati suasana pusat-pusat perbelanjaan, ya alternatifnya harus mencari tempat yang bukan sejenis itu, yang sayangnya tak banyak. Pilihan pertama jatuh ke Monas, karena saya baru ngeh, meski sudah beberapakli menyinggahi Jakarta tapi belum pernah sekalipun ke Monas.

Sekilas, rasanya bukan tempat yang terlalu menarik, tapi kalau dipikir-pikir kok rasanya belum afdol juga kalau seumur-umur belum pernah mengunjungi ikon-nya ibu kota ini. Akhirnya saya putuskan 'mampir' ke Monas pada suatu siang menjelang sore pertengahan Januari yang lalu, dengan ditemani teman saya, Vince.
Monas yang tampak gagah meski berlatar mendung (foto oleh Vince H.)

Karena hari Sabtu, Monas cukup ramai ketika kami datang. Cuaca agak mendung sehingga terasa cukup nyaman ketika kami menyeberangi pelataran Monas yang luas dan diembusi angin. Setelah foto-foto dengan badut boneka yang banyak mengais rejeki di sana, kami segera ke loket yang ada di terowongan untuk membeli karcis masuk. Tiketnya cukup murah, Rp. 5000, untuk dewasa, Rp. 3000 untuk mahasiswa dan Rp 2000 untuk pelajar dan anak-anak.

Mengikuti jalan terowongan, kami sampai di lantai dasar Monas berupa ruangan luas dengan jajaran diorama pembentukan negara RI. Suasananya sangat ramai oleh beberapa rombongan anak TK yang berlarian.

Dari ruang diorama, kami sedikit bingung: ini bagaimana kalau mau naik ke puncak Monas? Karena tak ada petunjuk apapun. Akhirnya kami keluar dan menemukan antrian. Pun tak ada petunjuk dan kami harus bertanya pada bapak-bapak satpam berseragam dan mengatakan kalau itu antrian ke puncak. Yang ternyata sudah tutup karena sudah sore. Pagar pembatas sudah dipasang.

Sedikit kecewa, kami pun memutuskan untuk duduk-duduk saja, karena di luar hujan deras sekali. Ketika duduk, kami memperhatikan beberapa orang yang baru datang masuk ke dalam antrian. Masih boleh? Kami pun nekad ikut mengantri dan si bapak petugas diam saja. Dua orang pengunjung di belakang kami kena tegur, tapi mereka beralasan sudah datang jauh-jauh. Si bapak mengomel bahwa jam kerja mereka sudah habis. Waktu itu memang sudah pukul 15.30, sedangkan saya lihat tulisan tentang waktu berkunjung hanya sampai pukul 15.00 saja. Meski begitu, si bapak kemudian diam saja dan beberapa pengunjung masih menyusup antrian di belakang kami.

Di tengah antrian seorang bapak-bapak yang sepertinya juga petugas setempat menhampiri kami. Dia minta kami menunjukkan tiket dan mengatakan kalau tiket kami hanya sampai cawan saja, jadi kalau mau naik ke atas harus tambah Rp.10.000/orang. Dengan agak bingung kami membayarnya. Bukan jumlah yang terlalu mahal sebenarnya, tapi yang membuat kami heran karena si Bapak tak memberikan kami karcis lagi sehingga membuat kami bertanya-tanya, sebenarnya ini pungutan legal atau nggak sih? Bagaimana perhitungannya secara pengelolaannya milik negara? Atau karena kami peserta tambahan sehingga mereka semacam mencari 'uang tambahan'? Entahlah. Tapi hal-hal seperti itu mengesankan ketidakprofesioanalan dan sedikit menyebalkan.

Setelah mengantri beberapa menit, kami naik lift ke puncak ditemani seorang petugas penjaga lift. Saya berpikir, Bapak penjaga lift itu  luar biasa karena dari hari ke hari, menjaga lift naik turun monas.
Kota Jakarta dari Puncak Monas (foto oleh Vince H.)

Puncak monas sendiri tak seperti yang saya bayangkan. Memang bisa melihat sekeliling Jakarta dari ketinggian. Tapi karena sekilingnya dipagari cukup rapat, rasanya kurang puas. Tapi, yah saya paham ini pastilah sebagai antisipasi keamanan.

Setelah berfoto-foto sebentar, kami turun. Hujan sudah reda dan kami berniat pulang dengan naik busway. Tapi teman saya salah arah. Sembari celingak-celinguk, kami melihat ada halte untuk bus City Tour. Saya sempat membaca kalau tur ini gratis dan iseng kami ikut antrian di halte. Ternyata beneran gratis. Naik bus tingkat yang bersih dan nyaman kami dibawa berputar-putar melewati Bundaran HI hingga ke Pasar Baru dan penumpang diperbolehkan turun naik di halte-halte tertentu. Lumayanlah untuk menikmati suasana sore Jakarta.

Transportasi ke Monas:
Paling praktis naik busway atau komuter line dan turun di Stasiun Juanda. Keluar dari stasiun, puncak monas sudah kelihatan menjulang di kejauhan. Tapi kami masih harus jalan kaki sekitar 500-an meter untuk sampai ke Monas.

Kota Tua
Bangunan tua selalu terasa nostalgis dan romantis. Sebenarnya saya pernah mengunjungi Kota Tua beberapa tahun silam tapi karena memang tak banyak pilihan tempat yang bisa dikunjungi selama di Jakarta, saya menerima ajakan teman saya untuk menikmati suasana malam di Kota Tua.
Kota Tua yang dibasuh hujan (foto oleh Vince H.)

Sialnya, begitu kami sampai, hujan mulai turun. Pedagang sibuk berteduh demikian juga para pemain musik. Yah, tentu saja tak ada yang bisa dinikmati di tengah hujan seperti itu. Setelah makan mie ayam dan berteduh, kami akhirnya memutuskan pulang.

Tranportasi:
Naik komuter line dan turun di stasiun Jakarta Kota, keluar dari stasiun tinggal jalan kaki sekitar 300 m dan sampailah di kota tua.

Taman Suropati.
Masih memiliki waktu di Jakarta dan bingung henak kemana. Dari browsing-browsing akhirnya nemu nama Taman Suropati. Terletak di Jl Taman Suropati, sekitar Jl.Pegangsaan. Merupakan tamankota kecil yang asri dan teduh. Meski mungkin agak biasa saja, tapi di tengah kota besar Jakarta keberadaannya terasa berarti.

Sore-sore cukup ramai orang-orang yang menhabiskan waktu sambil jogging atau menemani anak-anaknya. Biasanya, suasana semakin semarak oleh beberapa orang yang latihan main musik. Bisa duduk-duduk menikmati udara segar sambil foto-foto atau menikmati aneka jajanan kaki lima.
Salah satu spot foto-foto yang menarik di Taman Suropati

Transportasi:
- Naik bus dari Blok M-Senen (no 67)
- Naik bus dari Kampung Melayu-Grogol (no 213), nanti bilang saja ke keneknya turun di Suropati
- Bisa naik komuter line dan turun di stasiun Cikini. Tapi masih harus jalan kaki lagi sekitar 300 m

Tidak ada komentar:

Posting Komentar