Laman

Rabu, 28 Januari 2015

Pulau Berhala, Surga Kecil Yang Menenangkan (1)

Sulitnya Informasi
Waktu itu, long weekend (Kamis-Minggu) dan suntuk mau bagaimana mengisinya. Rencana pertama memang ke pulau berhala, tapi maju mundur karena minimnya informasi yang berhasil kami dapatkan. Meski namanya cukup populer bagi masyarakat Jambi, tapi ternyata tidak demikian dengan akses ke sana. Satu-satunya cara kesana adalah dengan mencarter speed boat, tapi beberapa teman yang sudah pernah kesana, kerena berombongan tak terlalu paham detailnya. Baik kontak yang menyewakan maupun harganya.

Saya pun kemudian coba browsing di internet, karena berpikir bahwa apa sih zaman sekarang yang nggak ada di internet? Ternyata eh ternyata, sangat sedikit informasi yang tersedia. Paling lebih pada berita tentang sengketa Pulau Berhala atau sejarahnya, tapi bukan tentang bagaimana cara kesana. Dari informasi yang sedikit itu, saya nemu blog yang sangat sederhana, berisi info penyewaan kapal kalau mau ke Pulau Berhala.

Iseng saya telpon, ternyata langsung nyambung.
    "Iya penyewaan kapal ke Berhala," kata Bapak-bapak penerima di seberang. Saya langsung tanya harganya berapa? Setelah penjelasan yang panjang dan terasa bertele-tele ia memberikan harga yang cukup membuat saya ingin segera menutup telepon:
    "Kemarin kita habis bawa juga, untuk rombongan, 50 orang, 27 juta!" Apa?! 27 Juta?! Kepala saya langsung kliyeng-kliyeng. Harga yang gila.
    "Tapi kami cuma 5 orang," Ujar saya. Dan setelah ngomong ini itu, dia berjanji mau mencarikan paket untuk jumlah yang kecil. Meski begitu, saya tetap pesimis bisa dapat harga yang cukup masuk akal setelah penyebutan angka yang fantastis itu.

Peta Pulau Berhala (gambar diambil dari www.fotografer.net)

Persiapan yang 'Mendadak Dangdut'
Saya dan teman-teman kemudian berusaha mencari-cari informasi lagi. Ada seorang kenalan, tapi keteika dihubungi tak diangkat. Kami nyaris menyerah, ketika pagi-pagi, ternyata si Bapak menelpon lagi. Dia menawarkan harga Rp. 800.000,- per orang. Totalnya: Rp. 4000.000. Tetap jumlah yang terasa   terlalu besar bagi kami. Kami pikir, setidaknya Rp. 500 ribu lah per orang. Setelah tawar menawar, akhirnya disepakati harga 650 ribu/orang. Alasannya, mereka harus menyewakan boat yang cukup mahal. Dari paket yang saya baca di internet, biaya sewa boat sebenarnya hanya sekitar 1,5-2 juta, ditambah transport dari Jambi ke Nipah panjang sekitar 150.000 pp. Dan meski harga yang yang disepakati itu mahal, tapi karena kami benar-benar merasa antusias untuk ke Pulau Berhala, kami merasa tak keberatan dengan harga itu.

Kami janjian berangkat pukul 2 siang. Cukup panik mempersiapkan ini itu dalam waktu sesingkat itu. Dalam bayangan kami, Pulau Berhala adalah pulau terpencil yang nggak ada apa-apa. Jadi kami harus mempersiapkan banyak barang, terutama bahan makanan dan tenda.

Menuju Suak Kandis-Nipah Panjang
Kami bertemu Si Penyenggara di depan mall WTC,  pukul 2 lewat karena agak kelamaan di angkot. Langsung diangkut mobil menuju Suak Kandis (sekitar 3 jam). Begitu turun di Suak Kandis, kami disambut abang-abang dan dibawa ke speed boat.

Beberapa menit kemudian kami sudah terguncang-guncang di atas speed boat kecil, mengarungi hamparan sungai Batanghari. Hal yang membuat nyali saya ciut karena tidak ada pengaman (pelampung) dan saya tak bisa berenang. Sepanjang jalan, saya hanya merem-melek sambil berdoa dan berpikir, lain kali, saya harus membawa pelampung sendiri kalau hendak melakukan perjalanan air.
Nipah Panjang, perkampungan nelayan yang berbatasan langsung dengan Selat Berhala (foto oleh Bang Nopri H.)
Dua jam yang menyiksa akhirnya berakhir di Nipah Panjang, tempat perhentian terakhir. Sampai dermaga yang disandari banyak speed dan perahu, kami sudah dijemput ojek dan dibawa ke penginapan: sebuah rumah keluarga yang ternyata rumah keluarganya Bapak yang menjual paket ke kami. Cukup menyenangkan karena kami jadi bisa berinteraksi dengan anggota keluarga yang lain, bukan seperti suasana sebuah penginapan. Si Bapak tua, yang kami panggil Datuk saja, pemilik rumah sangat antusias menyambut kami, mengajak kami mengobrol dengan hangat.

Malamnya, usai diajak makan malam bersama, kami mencoba melihat-lihat suasana malam di Nipah Panjang. Nipah Panjang merupakan kota kecamatan. Tadinya saya sempat membayangkan sebagai daerah antah berantah yang terisolir, tapi kenyataannya adalah kota kecil yang terlihat begitu semarak. Listrik, sinyal hp, saluran teve, toko-toko kecil... tak ada bedanya dengan kota-kota kecil di tempat lain.
(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar