Laman

Sabtu, 27 September 2014

Bangkok, Suatu Ketika (IV-habis)

28 Desember, Au Revoir bangkok!

"Menjajal" MBK
Ini hari terakhir di Bangkok, tapi kami masih punya waktu hingga jam 4 sore. Setidaknya, kami masih bisa jalan-jalan setengah harian. Saya ngajuin opsi: jalan-jalan di sekitar Khaosan atau ngemall ke MBK yang konon favoritnya turis Indonesia itu? Tapi ujung-ujungnya saya tambahin: kalau cuma seputaran Khaosan bosen. Jadi sebenarnya bukannya ngasih opsi. Dan kami pun sepakat ke MBK.

Biar praktis, kami sekalian check out. Agak ribet juga sih kalau jalan-jalan dengan tas yang sudah makin berat. Tapi kami juga nggak mau ambil resiko terlambat ke bandara.


Kami nanya ke petugas hotel, kalau ke MBK naik tuk-tuk berapa? Karena dari kemarin belum jadi-jadi nyobain tuk-tuk, jadi masih penasaran. Tapi si mas resepsionis nyaranin kami untuk lebih baik naik taksi saja. Hmm, benar juga. Naik tuk-tuk bisa-bisa kami diajak muter-muter nggak jelas. Oke. Kami jalan keluar untuk cari taksi. Bye soi rambuttri, bye Baan Sabai. Bukan penginapan yang sangat berkesan tapi cukup memuaskan. Nggak tahu kenapa penginapan ini sepi-sepi saja padahal tarifnya cukup murah. Mungkin faslitiasnya yang kurang lengkap.

Kami naik taksi di pinggir jalan besar. Kali ini sopirnya bapak-bapak tua berwajah sangat Thailand, sedikit bisa Bahasa Inggris dan ramah. Seperti biasa dia nanya kami dari mana. Ketika kami bilang dari Indonesia, dia bilang ternyata orang Indonesia sama saja sama orang Thailand. Lalu kami terlibat obrolan basa basi sepanjang jalan. Bapaknya ramah banget. Pas turun dia ngajak kami salaman segala. Naik taksi sampai MBK 100 bath.

Masih terlalu pagi ketika kami sampai dan MBK belum buka. Di daerah ini ternyata berkerumun pusat-pusat perbelanjaan seperti halnya Pratunam. Ada Jim Tomson Jewelry yang kesohor itu, Siam Paragon...
Jajanannya mirip sama yang di Indonesia

Sambil nunggu mall-nya buka, kami nyoba cari makan tapi yang buka cuma McD. Kami nyeberang jalan, nemu penjual kue-kue basah seperti jajanan pasar di Indonesia. Kami membeli semacam kue bugis yang dibungkus daun pisang. Ternyata di situ ada juga penjual nasi yang dibungkus sterofam. Banyak orang-orang yang berlalulalang singgah untuk beli. Sepertinya mereka para pekerja di toko-toko situ. Nasi sama ikan 40 bath. Karena nggak ada tempat duduk, kami cuek saja makan di emperan toko yang belum buka. Orang-orang acuh saja, sepertinya itu bukan hal yang tak biasa.

MBK  baru buka jam 10. Para pekerja yang sudah datang sejak beberapa menit dan berkerumun di koridor jembatan penyeberangan, berhamburan masuk begitu pintu dibuka.

MBK mirip pusat perbelanjaan di Pratunam, tapi lebih besar. Kalau jualannya sih nyaris sama, baju-baju, souvenir, kain-kain Thailand. Harganya lebih miring daripada di pinggir jalan. Nyesel juga baru tahu terakhir-terkahir. Kalau tahu begini mending kami beli oleh-oleh di sini. Lebih nyaman tentu saja karena adem dan  bersih.

Karena kami tinggal punya beberapa bath dan oleh-oleh juga sudah terbeli, kami hanya lihat-lihat saja. Tapi tas yang menempel di punggung terasa makin berat, jadi kami pun menyerah meski rasanya masih terlalu pagi kalau ke bandara. Terakhir, pas jalan ke tempat nunggu taksi, lihat layar iklannya MBK dan disitu disebutin kalau ternyata ada tempat penitipan barang di lantai atas. Coba kami tahu sejak awal, tentu kami bisa bersantai ria window shopping.
Lanskap jalanan menuju bandara.
Don Mueang dan Sopir Taksi yang Nyentrik
Kami nyari taksi di luar. Dibantuin nyetop taksi sama satpamnya MBK. Ke Don Mueang, 400 bath. Nggak pakai argo. Kami males kalau nggak pakai argo. Mungkin sih jatuhnya akan segitu juga, tapi rasanya nggak sreg kalau nggak ber-argo. Akhirnya kami menyetop taksi berikutnya. Kali ini berargo. Yang bawa Bapak-bapak berwajah Chinese yang terlihat begitu necis, tapi cukup ramah. Sambil melajukan taksi, dia langsung muterin CD lagu Barat oldies. Pas banget dengan penampilannya. Hihi, lucu sih liat si bapak. Sepanjang jalan, dia ngajak ngobrol dengan Bahasa Inggris sederhana.

Taksi melaju. Nggak terlalu macet. Masuk jalan tol bayar 50 bath. Mirip-mirip jalanan ke bandara Soetta dengan gedung menjulang di kanan kiri dan tentu saja foto raja yang terpampang di semua sudut. Pemujaan yang terlihat total dari rakyat untuk rajanya.


Akhirnya sampai di Don Mueang. Argo menunjuk angka 200 bath-an. Tapi si Bapak minta tambahan 60 bath buat fee bandara atau apa gitu. Pokoknya totalnya 350an. Saya pikir, meski nggak sengaja, ide mencegat taksi di luar bandara waktu kami datang tempo hari adalah hal yang tepat. Kami dapat ongkos yang murah karena sepertinya nggak pake fee bandara segala macam.

Karena kami datang terlalu awal, counter check in kami belum buka. Untung ruang tunggu di luarnya cukup nyaman, meski sederhana saja. Kami tidur-tiduran menunggu waktu bersama penumpang-penumpang lain yang datang dan pergi. Rasa lapar menggerogoti lagi. Mau jajan di swalayan, harganya mahal-mahal semua. Mengalihkan rasa lapar dengan membaca dan mendengarkan musik. Ingat, barang yang tak boleh ketinggalan ketika melakukan perjalanan adalah buku dan pemutar musik!

Sekitar jam 2, check in dibuka. Antriannya minta ampun. Tapi kemudian saya ingat kalau kemarin waktu di Medan saya sempat check in di counter self check in dan boarding pass BKK-MDN sudah ter-print. Langsung saja ke waiting room, ujar si petugas. Kami pun melenggang ke bagian imigrasi. Plak2. Paspor kami distempel. Selesai. Kami menunggu di ruang tunggu yang lumayan mewah tapi terkesan hangat.

Au Revoir, Bangkok...
Pesawat agak terlambat beberapa menit. Tapi semuanya lancar. Meski semua fasilitas tambahan berarti nambah uang, tapi menurut saya pelayanan Air Asia cukup memuaskan. Crew-crew-nya lumayan ramah. 'MC' pesawatnya (hihi, apa sih itu namanya yang ngomong-ngomong di pesawat?) suara mas-mas yang terdengar empuk dan bikin meleleh. Hmm, kangen dengar orang ngomong pakai Bahasa Indonesia. Menurut saya, Bahasa Indonesia itu salah satu bahasa yang sangat indah buat didengarkan. Hehe,narsis.

Di belakang kami, ada turis Thailand yang mau wisata ke Medan. Paket turnya 20000 bath. Sekitar 6 juta. Lumayan murah ya. Sekitar satu jam kemudian, kami suara mas-mas yang menghanyutkan itu mengumumkan kalau kami akan segera mendarat di bandara Polonia. Tak ada perbedaan waktu antara Medan dan Bangkok, cuaca Medan berawan...Pesawat mendarat. Kami menjejakkan kaki di Polonia. Alhamdulillah. Liburan akhir tahun yang cukup menyenangkan. Sampai jumpa di petualangan berikutnya...:P

**(all photo credited to Mbak Tyas Augerah)


Catatan:

Pengalaman berharga dari perjalanan kali ini adalah:
- jangan sampai telat check in. Counter check in Air Asia biasa tutup 45 menit sebelum terbang. Di beberapa bandara, mereka sangat ketat terhadap aturan ini, terutama pada peak season. Untuk Air Asia, kalau ada yang bilang mau bantu, pastikan dia pakai seragam Air Asia. Terutama di bandara Polonia, banyak calo yang menyaru dan kadang memanfaatkan kelengahan kita. Be careful!

- Peta sangat penting buat memperhitungkan jauh dekat dan alternatif transportasi.

- Buku dan pemutar musik penting untuk membunuh waktu kalau tiba-tiba terjebak dalam situasi menunggu yang membosankan.

- Siapkan uang lokal pecahan sebelum keluar bandara. Ini penting banget kalau mau naik angkutan umum yang tarifnya murah meriah. Kalau kebetulan ada swalayan di bandara, jangan segan-segan mecahin duit disana. Dengan beli air mineral, misalnya.

-Terutama untuk cewek, pakai pakaian yang tak terlalu terbuka kalau mau mengunjungi tempat-tempat wisata di Bangkok. Kalau nggak suka pakai rok, bawa saja kain panjang buat jaga-jaga kalau nggak boleh masuk karena mengenakan celana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar